Bisnis.com, MANGUPURA — Rencana pemerintah untuk memberikan subsidi bagi pembelian motor listrik menuai pro dan kontra, terutama karena nilainya yang digadang mencapai Rp6,5 triliun. Namun, pemerintah memastikan belum memutuskan skema subsidinya. Belum tentu berupa kucuran anggaran.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BKF Kementerian Keuangan, Wahyu Utomo mengatakan bahwa pada kenyataannya saat ini Indonesia mengalami kelebihan pasokan listrik. Untuk menyerap itu, maka permintaan listrik perlu ditingkatkan.
Sebelumnya, pemerintah sempat mewacanakan penggunaan kompor induksi yang juga memiliki tujuan serupa, kendati kini masih tertunda. Selain itu, industri motor listrik mendukung visi peralihan energi Indonesia menjadi lebih ramah lingkungan.
Indonesia sedang bergerak menuju peningkatan sumber energi baru terbarukan (EBT) dan meninggalkan energi fosil, sehingga motor listrik akan sejalan dengan arah gerak tersebut.
Pada prinsipnya, tiap upaya perubahaan harus bisa menciptakan keuntungan (net gain) dan peluang baru. Pemerintah masih berhitung peluang yang berpotensi didapatkan dari transformasi energi. Subsidi motor listrik pun berada dalam kerangka itu.
“Harus kita timbang-timbang antara insentif yang diberikan dengan value added yang nanti akan diperoleh. Kita asumsikan motor listrik, misalnya, umur manfaatnya 10 tahun. Kita lihat, apakah dengan insentif itu, dalam 10 tahun menghasilkan net gain atau net loss,” katanya di sela-sela acara The 11th Annual International Forum On Economic Development And Public Policy (AIFED) 2022 di Nusa Dua, Bali, Rabu (7/12/2022).
Baca Juga
Menurutnya, jika menghasilkan net gain, program tersebut bisa terus didorong dong. Sebaliknya, jika net loss, pengaturan ulang insentif menjadi opsi untuk akhirnya memperoleh net gain.
Wahyu mengatakan bahwa pemerintah belum final dalam memutuskan skema subsidi yang akan diberikan pada motor listrik, termasuk apakah akan memberikannya atau tidak.
Penyesuaian subsidi bisa dilakukan dengan banyak cara, instrumennya pun bermacam-macam, bisa dalam bentuk insentif perpajakan, pelonggaran kebijakan, atau kucuran anggaran belanja. Jadi, belum tentu pemerintah akan benar-benar mengalokasikan dana tunai Rp6,5 triliun untuk subsidi ini.
Pembahasan tentang kapan subsidi ini akan dikucurkan pun belum final. Belum tentu tahun depan. Meski demikian, menurutnya pembahasannya tidak perlu melalui persetujuan oleh DPR RI.
Wahyu mengatakan bahwa pemerintah berupaya menciptakan kebijakan yang dapat mengatasi sejumlah isu sekaligus, bukan hanya parsial untuk masing-masing isu.
Dalam konteks ini, sejumlah isu yang ingin diatasi yakni upaya menekan tangkat emisi karbon menjadi nol persen (net zero), mengatasi oversuplly listrik PLN, bahkan hingga efisiensi anggaran subsidi BBM.
“Sekarang itu mulai dipikirkan one policy to all solution. Kalau satu kebijakan untuk satu masalah, nanti jadi costly,” katanya.