Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap rencana kenaikan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil hybrid yang akan dilakukan secara bertahap. Hal ini juga seiring dengan harmonisasi insentif pajak untuk Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
Plt Direktur Jenderal Ilmate, Putu Juli Ardika, mengatakan rencana kenaikan pajak mobil hybrid akan dilakukan bertahap seiring dengan masuknya realiasi investasi pabrik sel baterai dan pack milik PT Hyundai LG Indonesia (HLI).
“Memang ada kenaikan, karena kita harus jaga itu komitmen pemerintah karena kita ada saat-saat di mana kita mau melakukan hilirisasi dari mineral kita, terutama dari nikel,” ujar Putu dalam FGD Penguatan Industri Otomotif, Senin (22/7/2024).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.74/2021 tentang PPnBM kendaraan bermotor, pasal 36B disebutkan terkait skema tarif awal agar ditingkatkan untuk jensi mobil non-battery electric vehicle (BEV), termasuk hybrid.
Untuk HEV yang dikelompokkan dalam Pasal 27 akan mengerek naik tarif pajak PPnBM semula 7% menjadi 11%. Hal yang sama terjadi pada model mobil mild hybrid, antara lain yang awalnya bertarif 8% menjadi 12%.
“Ada fase 1, ada fase 2, jadi naiknya bukan 8-12%. Naiknya mungkin 3% dari 8% ke 12%, jadi jangan sampai ada salah pemahaman, 3-4% naiknya,” tuturnya.
Baca Juga
Adapun, untuk fase pertama PPnBM telah diterapkan melalui PP 74/2021. Untuk penerapan fase kedua setelah pabrik beroperasi, pihaknya masih perlu melakukan verifikasi dari rangkaian proses produksi HLI untuk memastikan penggunaan prekursor bahan baku baterai lokal sebagai bagian dari upaya hilirisasi nikel yang didorong pemerintah.
Lebih lanjut, Putu menerangkan usulan untuk kompensasi dari kenaikan PPnBM mobil hybrid juga akan diberikan melalui harmonisasi pajak untuk Low Carbon Emission Vehicle alias LCEV. Stimulus fiskal penting untuk dilakukan guna menjaga daya beli masyarakat.
“Di samping PPnBM itu kan banyak sekali komponennya, bea balik nama, kita harap bisa diturunkan, pajak ditanggung pemerintah, itu bisa menjadi kompensasi,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Putu juga menegaskan harmonisasi pajak untuk mobil renndah emisi dilakukan agar tidak kalah saing dengan Thailand. Terlebih, Thailand merupakan rival regional terdekat Indonesia yang memberikan insentif bagi seluruh teknologi mobil rendah emisi.