Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tok! Uni Eropa Patok Tarif 45% untuk Impor Mobil Listrik China

Uni Eropa mematok tarif bea masuk 45% untuk impor mobil listrik China.
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Negara-negara Uni Eropa (UE) telah sepakat menerapkan tarif tinggi untuk bea masuk terhadap mobil atau kendaraan listrik yang diimpor dari China. 

Langkah ini dilakukan untuk melindungi industri otomotif Uni Eropa dari persaingan ketat dengan produk kendaraan listrik murah dari China, yang dinilai mengancam keberlangsungan industri otomotif lokal di Benua Biru.

Komisi Eropa sebelumnya telah memberlakukan tarif impor dengan tingkatan berbeda untuk melindungi produsen mobil lokal. Kebijakan ini bertujuan mengurangi dampak dari derasnya arus impor kendaraan listrik asal China yang mulai mendominasi pasar Eropa.

"Setelah melalui pemungutan suara, negara-negara anggota UE sepakat untuk menaikkan pajak impor kendaraan listrik China dari 10% menjadi 45%. Kebijakan tarif ini akan berlaku selama 5 tahun ke depan, di tengah ketegangan perdagangan yang semakin meningkat antara Eropa dan China," tulis laporan Reuters pada Senin (7/10/2024).

Kendati demikian, keputusan ini tidak mendapat dukungan dari seluruh negara anggota Uni Eropa. Beberapa negara besar seperti Jerman dan Hungaria memilih menentang kebijakan tersebut, dengan alasan bahwa industri otomotif mereka juga memiliki kepentingan ekspor yang besar ke China. Selain itu, sebanyak 12 negara memilih abstain dalam pemungutan suara ini.

Sementara itu, sebanyak 10 negara anggota UE, termasuk Prancis, Italia, dan Polandia, menyetujui kenaikan tarif impor ini. Dukungan dari negara-negara ini mencerminkan kekhawatiran mereka terhadap dominasi kendaraan listrik China yang dianggap mendapat subsidi besar-besaran dari pemerintah China, sehingga merugikan produsen mobil Eropa.

Langkah UE ini dilatarbelakangi oleh penyelidikan yang dilakukan terhadap besarnya dukungan finansial yang diterima oleh produsen mobil listrik di China. Komisi Eropa menyimpulkan bahwa subsidi tersebut menciptakan ketidakseimbangan kompetitif yang merugikan pabrikan otomotif lokal.

Sebagai hasil dari penyelidikan ini, Komisi Eropa menetapkan bea masuk khusus bagi tiga produsen mobil listrik terkemuka dari China, yakni SAIC, BYD, dan Geely. Kebijakan ini diharapkan dapat menahan laju impor mobil listrik murah dan memberikan kesempatan bagi industri lokal untuk berkembang.

Adapun, China saat ini merupakan pasar luar negeri terbesar bagi industri mobil listrik, termasuk Eropa. Namun, situasi ini menciptakan dilema bagi negara-negara seperti Jerman, yang industri otomotifnya sangat bergantung pada ekspor ke China. Produsen mobil besar Jerman seperti BMW dan Volkswagen bahkan mengkritik keras keputusan Uni Eropa.

BMW menyebut kebijakan ini sebagai "sinyal fatal" bagi industri otomotif Eropa yang sudah mengalami tekanan berat. Sementara itu, Volkswagen mengatakan bahwa langkah ini merupakan pendekatan yang salah dalam menghadapi tantangan perdagangan global.

Kendati demikian, Komisi Eropa menekankan bahwa keputusan ini masih belum final. Mereka berharap Uni Eropa dan China dapat bekerja sama mencari solusi alternatif dalam beberapa tahun mendatang guna meredam ketegangan yang semakin meningkat di sektor perdagangan.

Di lain sisi, Kementerian Perdagangan China menyatakan kebijakan tarif ini sebagai tindakan yang tidak adil. China mengisyaratkan kemungkinan adanya tindakan balasan terhadap produk-produk impor dari Eropa, yang bisa memperburuk situasi perdagangan global.

Keputusan ini membawa implikasi luas bagi hubungan dagang antara Uni Eropa dan China, terutama di sektor-sektor lain yang juga terlibat dalam perdagangan bilateral. Di saat Uni Eropa mencoba melindungi industri lokal, risiko perang dagang dengan China juga tidak bisa dihindari.

Keuntungan Bagi Indonesia? 

Perselisihan dagang terkait tarif kendaraan listrik (EV) China membayangi prospek komoditas logam di pasar global.

Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, pada tahun ini, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat mulai mengenakan tarif bea masuk yang lebih tinggi terhadap mobil listrik asal China guna mengurangi dominasi produk China.

Menurutnya, gelagat perang dagang tersebut dapat mengubah peta pasar rantai pasok logam bahan baku kendaraan listrik, seperti nikel.

"Jadi ini membuat tentunya, ada pergeseran-pergeseran," ujar Hendi ketika ditemui di sela-sela agenda LME Week 2024 di London, Inggris, Senin (30/9/2024) waktu setempat.

Namun demikian, Hendi menilai Indonesia sebenarnya dapat memanfaatkan peluang dari situasi tersebut untuk menarik investasi industri-industri yang terdampak ke dalam negeri.

Dia mencontohkan, mobil Tesla yang dibuat di China akan dikenakan tarif yang cukup signifikan sehingga susah bersaing dengan produk mobil listrik di negara-negara lain.

"Sebenarnya kita bisa menarik industri yang produknya kena tarif itu, pindah ke Indonesia. Mudah-mudahan itu dapat menjadi basis industrialisasi terhadap sumber daya alam yang kita punya. Kebetulan MIND ID group sudah menjalankan amanah hilirisasi membuat bahan baku untuk industri," tuturnya.

Selain perang dagang mobil listrik, prospek komoditas logam tahun ini juga dibayangi oleh krisis perumahan di China. Hendi menyebut, krisis tersebut membuat permintaan produk olahan nikel, stainless steel melemah.

"Jadi demand-nya kurang bagus, juga ada beberapa produk lain," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper