Bisnis.com, JAKARTA - PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) buka suara soal potensi dampak perang antara Iran dan Israel yang dapat memengaruhi kinerja ekspor perseroan.
Pasalnya, Toyota mengekspor sejumlah mobil ke negara-negara Timur Tengah, seperti Irak, Lebanon, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar hingga Kuwait, yang secara geografis berdekatan dengan Iran maupun Israel.
Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam mengatakan, meskipun sejauh ini belum terlihat dampaknya, perseroan perlu mengantisipasi dampak dari eskalasi konflik antara Iran dan Israel tersebut.
"Sampai saat ini belum ada dampaknya. Namun, kita harus antisipasi segala kemungkinan adanya eskalasi di Timur Tengah," ujar Bob kepada Bisnis, dikutip Minggu (22/6/2025).
Ketegangan konflik di Timur Tengah antara Iran dengan Israel berisiko menimbulkan dampak terhadap perekonomian dunia, tak terkecuali industri otomotif.
Terlebih, beberapa pabrikan mobil di Indonesia juga banyak yang mengekspor kendaraan ke negara-negara Timur Tengah sehingga jalur logistik dan rantai pasok berpotensi terganggu.
Baca Juga
Adapun, sepanjang Januari-Mei 2025, Toyota telah mengekspor kendaraan ke berbagai negara sebanyak 66.543 unit atau naik tipis 1,3% secara year-on-year (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Di lain sisi, kinerja penjualan mobil domestik masih melemah sepanjang tahun berjalan. Alhasil, pasar ekspor menjadi andalan bagi sebagian pabrikan, termasuk Toyota.
"Apalagi sejalan dengan melemahnya pasar dalam negeri, ekspor menjadi andalan," pungkas Bob.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, total penjualan mobil wholesales turun 5,5% yoy menjadi 316.981 unit pada Januari-Mei 2025, dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebanyak 335.405 unit.
Sementara itu, penjualan mobil secara ritel pun susut 9,2% menjadi 328.852 unit, dibandingkan 5 bulan pertama 2024 sebanyak 362.163 unit.
Hal tersebut mencerminkan lesunya daya beli masyarakat seiring dengan kondisi ekonomi dalam negeri yang masih cenderung stagnan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia pada kuartal I/2025 tumbuh sebesar 4,87% secara tahunan alias masih di bawah 5%. Angka itu juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 5,11% pada periode yang sama tahun sebelumnya.