Bisnis.com, JAKARTA - Program mobil murah dan ramah lingkungan dikhawatirkan hanya akan memperburuk kondisi lalu lintas di kota-kota besar. Pasalnya, keberadaan mobil hijau atau LCGC (low cost and green car) justru akan menambah volume kendaraan sehingga transportasi semakin padat.
Penolakan terhadap program mobil murah itu salah satunya muncul dari Petisi Online dengan mempertimbangkan efeknya terhadap jumlah kendaraan di jalan raya. Penggagas Petisi Online Firdaus Cahyadi mengatakan harga jual yang relatif lebih murah bakal mendorong masyarakat membeli produk ini.
"Peraturan LCGC menyebabkan semakin banyak mobil di jalan karena harganya yang terjangkau. Sehingga akan lebih banyak yang memilih pakai mobil pribadi ketimbang transportasi publik," katanya kepada Bisnis hari ini, Kamis (18/7/2013).
Pemerintah dinilai harus lebih fokus memperbaiki sektor transportasi umum daripada menciptakan regulasi baru seperti program LCGC. Sebab, ketika mobil murah hadir tapi kondisi fasilitas angkutan umum tak membaik bakal mempengaruhi masyarakat yang mulai beranjak ke transportasi publik kembali pada kendaraan pribadi.
Seperti diketahui, untuk mendorong minat produsen kendaraan bermain di pasaran LCGC, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberi insentif diskon pajak. Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 41/2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Beleid itu memungkinkan diberikan insentif fiskal berupa pengurangan sampai penggratisan PPnBM untuk mobil murah yang konsumsi bahan bakarnya irit, minimal 20 km per liter. Sedangkan harga mobilnya sendiri dipatok Rp95 juta per unit secara off the road atau sebelum pajak.
"Mobil murah ini semestinya bukan urusan pemeritah. Pemerintah seharusnya fokus perbaiki angkutan umum. Biarkan LCGC ini jadi inisiatif swasta. Mobil itu hanya yang punya uang saja yang butuh, bukan soal hajat hidup orang banyak," ujar Firdaus.
Menurutnya, program semacam mobil murah dan ramah lingkungan seharusnya hadir ketika fasilitas transportasi publik tersedia dengan baik. Tidak hanya di kota-kota metropolitan tetapi harus terintegrasi dengan angkutan publik di kota-kota penyangga.