Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daya Saing Ekspor Otomotif, Jangan Remehkan Logistik!

Konektivitas menjadi aspek krusial untuk mendorong peningkatan daya saing industri otomotif nasional dalam konteks regional maupun global. Dukungan infrastruktur dan logistik pun tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.

Konektivitas menjadi aspek krusial untuk mendorong peningkatan daya saing industri otomotif nasional dalam konteks regional maupun global. Dukungan infrastruktur dan logistik pun tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.

Secara spesifik, pelaku industri kendaraan bermotor pun sudah lama meminta agar Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat, bisa menjadi fasilitas pendukung logistik industri otomotif. Dukungan pun diharapkan bisa terjadi melalui layanan dan akses yang lebih lancar.

Pemerintah juga telah merespons seruan tersebut dengan memasukkan pembangunan Pelabuhan Patimban sebagai salah satu proyek strategis nasional (PSN) bersama 244 proyek lainnya. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden No. 58/2017.

Kendati demikian, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan, pembangunan Pelabuhan Patimban tidak ditujukan untuk menjadi pesaing Pelabuhan Tanjung Priok dalam proses distribusi kendaraan bermotor. Keduanya akan berkolaborasi.

Dia mengharapkan ada pelabuhan khusus untuk distribusi kendaraan bermotor baik yang utuh (completely built up/CBU), terurai (completely knock down/CKD), maupun komponen dengan kapasitas di atas 20 juta TEUs sehingga mampu bersaing dengan Singapura.

Adapun, kapasitas bongkar muat di Tanjung Priok saat ini mencapai 6 juta TEUs dan akan meningkat hingga dua kali lipat dalam 4—5 tahun. Sementara itu, Patimban diestimasi memiliki kapasitas 7,5 juta TEUs pada tahap awal.

Skala ekonomi pelabuhan, sambungnya, menjadi kian besar. “Jika skala ekonomi pelabuhan tercapai, kapal-kapal yang bongkar muat akan efisien,” tutur Budi.

Pelabuhan yang ditargetkan beroperasi pada tahap awal 2019 ini, diperkirakan mampu menampung 600.000 CBU kendaraan. Dari total kebutuhan investasi Rp43,5 triliun, sekitar 71% di antaranya akan didanai dengan pinjaman Japan Internasional Corporation Agency (JICA).

Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub A. Tonny Budiono pun sebelumnya mengungkapkan ada tiga perusahaan yang menyatakan minatnya untuk menjadi operator Pelabuhan Patimban. Ketiga perusahaan itu a.l. Toyota, Mitsubishi, dan Pelindo II.

Akses menuju pelabuhan direncanakan juga melalui tiga akses yakni jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api. Untuk jalan tol, Kemenhub berkoordinasi dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

Adapun  untuk kereta api, Ditjen Perkeretapian tengah melakukan studi kelayakan untuk menghubungkan jalur ke stasiun tedekat, yakni Stasiun Pegaden Baru, Subang.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara berujar industri tidak mempermasalahkan lokasi, selama akses ke pelabuhan tersebut lancar. Industri, sambungnya, juga akan memperhitungkan komponen tarif bongkar muat kendaraan.

Tumbuh

Dengan menilik data Gaikindo, ekspor CBU pada semester I/2017 mencapai 113.269 unit, naik sekitar 20,5% dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama pada tahun lalu sebanyak 93.998 unit. Secara keseluruhan, pada periode 2011—2016 terjadi pertumbuhan rerata sekitar 16,6% per tahun.

Sementara itu, ekspor CKD pada kurun 2011—2016 rata-rata mencatatkan pertumbuhan sekitar 27,5%. Pada tahun lalu, ekspor CKD mencapai 202.626 set, meningkat hingga 86,3% dibandingkan dengan pencapaian pada 2015 sebanyak 108.770 set.

Perkembangan positif sektor otomotif dalam negeri membuat pemerintah optimistis industri ini akan tumbuh kencang dengan semakin lengkapnya industri bahan baku otomotif. Pada 2016 misalnya, kapasitas produksi nasional telah mencapai 1,1 juta unit dan diharapkan naik menjadi lebih dari 1,2 juta unit pada tahun ini.

Daya Saing Ekspor Otomotif, Jangan Remehkan Logistik!

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan dari jumlah 1,1 juta unit, terdapat sekitar 200.000 unit yang dipasarkan ke luar negeri. Adapun mayoritasnya untuk pasar dalam negeri.

Dia berpendapat para pebisnis otomotif harus agresif meningkatkan jumlah ekspor guna membuat keseimbangan dengan pasar domestik. “Pemerintah menargetkan produksi otomotif bisa menembus 2,5 juta unit pada 2020 untuk dapat bersaing di kancah global,” ujarnya.

Airlangga optimistis struktur industri otomotif nasional akan semakin dalam lantaran didukung peta jalan industri baja dengan target kapasitas mencapai 10 juta ton pada 2025. Ketersediaan bahan baku untuk otomotif khususnya baja, resin, karet sintetis, dan aluminium diharapkan bisa dipenuhi dari dalam negeri pada 2019.

Data Kementerian Perindustrian mencatat, kontribusi subsektor industri alat angkutan (termasuk di dalamnya industri otomotif) terhadap PDB sektor industri nonmigas mencapai 10,47% pada 2016.

Pencapaian merupakan terbesar ketiga setelah subsektor industri makanan dan minuman sebesar 32,84% serta subsektor industri barang logam, komputer, elektronik, optik, dan peralatan listrik sebesar 10,71%.

Daya Saing Ekspor Otomotif, Jangan Remehkan Logistik!

Airlangga berpendapat kinerja industri otomotif di dalam negeri pada tahun ini mampu tumbuh lebih baik seiring dengan potensi pasar produk di Indonesia dan pertumbuhan ekonomi nasional yang positif. Hal ini didorong karena pulihnya perekonomian global serta berjalannya reformasi struktural di dalam negeri secara komprehensif.

“Kondisi tersebut bahkan juga akan mampu mendorong investasi di sektor otomotif lebih banyak lagi masuk ke Indonesia. Tidak hanya di tingkat industri perakitan tapi juga industri komponen dan industri bahan baku sehingga kemandirian industri otomotif nasional dapat tercapai,” paparnya.

Perangkat Lunak

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan permasalahan infrastruktur logistik di dalam negeri dapat dibagi dalam dua hal utama yakni infrastruktur fisik/keras (hardware) dan software (lunak) seperti teknologi.

Untuk membenahi infrastruktur logistik di Tanah Air, menurutnya, hal yang paling penting adalah kesamaan visi untuk memenangi persaingan regional dan global.

Pasalnya, sektor logistik melibatkan banyak pihak mulai dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pelaku usaha logistik, Bea Cukai, otoritas pelabuhan dan lainnya.

Banyaknya stakeholder logistik membuat kesamaan visi sangat penting untuk bisa bergerak bersama membenahi logistik Tanah Air.

Menurutnya, Indonesia belum menjadi pilihan utama di bidang logistik karena belum efisien. Kendati dari sisi inefisiensi biaya logistik terjadi perbaikan, dia berharap semestinya Indonesia bisa lebih baik lagi asalkan semua para pemangku kepentingan duduk bersama. “Negara lain juga berbenah dan peluang tentu yang paling efisien,” ungkapnya.

Yukki memaparkan untuk infrastruktur logistik fisik perkembangan pelabuhan di Tanah Air yang semakin baik memberikan harapan. Namun, masalah waktu tunggu, Bea Cukai, dan kualitas layanan pelaku jasa logistik harus terus ditingkatkan.

Dia menuturkan untuk sektor otomotif masih terdapat beberapa komponen yang harus diimpor untuk perakitan di dalam negeri. Mobil hasil rakitan kemudian dipasarkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Beberapa produsen mobil, paparnya, masih menyimpan sejumlah pasokan komponen mobil berdurasi lama untuk diganti (slow moving) dan cepat diganti (fast moving) di Tanjung Pelepas dan Singapura. Indonesia atau Jakarta khususnya tidak menjadi pilihan karena dinilai ruwet dan tidak efisien saat proses customs.

“Ada yang salah dengan kita. Mungkin perlu evaluasi bersama supaya apa yang menjadi kebutuhan nasional disimpan di dalam negeri. Berarti masih ada kekurangan yang perlu kita perbaiki bersama baik itu pelabuhan, Bea Cukai, Bina Marga, mari kita pikirkan bersama,” paparnya.

Yukki berpendapat industri otomotif nasional diuntungkan karena bonus demografi Indonesia. Selain pasar dalam negeri yang sangat besar, kontribusi untuk ekspor sudah tepat untuk terus didorong karena akan berkontribusi untuk penerimaan negara.

Dia tidak menampik bahwa pemerintah saat ini terus berbenah untuk meningkatkan daya saing logistik nasional. Namun, negara lain juga melakukan hal yang sama sehingga Indonesia harus bisa bergerak lebih cepat untuk membenahi tata logistik yang lebih efisien.

Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan, tantangan utama logistik nasional ialah inefisiensi. Hal itu tercermin dari biaya pengiriman berbagai komoditas di dalam negeri lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pengiriman dari negara lain.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper