Bisnis.com, JAKARTA - Perangkat audio mobil keluaran lama, khususnya tape deck atau head unit ternyata masih digemari oleh banyak pengguna kendaraan roda empat di Indonesia, khususnya pengguna mobil retro atau klasik.
Padahal, fitur yang dihadirkan oleh head unit tersebut terbilang minim karena hanya mampu memutar suara yang berasal dari kaset pita, piringan kompak (CD), atau radio. Kontras dengan head unit masa kini yang bisa memutar suara dari USB flashdisk, kartu microSD, atau langsung dari ponsel secara nirkabel menggunakan Bluetooth.
Alasan mengapa head unit lawas masih saja dipertahankan cukup beragam. Mulai dari menjaga orisinalitas, menjaga tampilan interior mobil sesuai dengan masa kejayaannya (period correct), ingin tampil beda atau unik, hingga mendapatkan kualitas suara yang sesuai selera.
Salah satu diantara pengguna head unit lawas adalah Rifandi Erlangga. Dia masih mempertahankan head unit Blaupunkt Sydney keluaran akhir 1980-an beserta equaliser stick di BMW E30 M40 miliknya.
Apa yang dia lakukan tak lebih untuk menjaga tampilan mobil sesuai dengan masa jayanya di akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Untuk melengkapi, bahkan dia ikut memasang telepon mobil yang tentunya tak lagi berguna di era ponsel pintar.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Joseph Axel, pengguna Lexus ES300 1997 yang enggan mengganti head unit bawaan mobilnya. Selain menjaga orisinalitas, dia merasa kualitas suara yang dihasilkan masih sangat memuaskan walaupun sudah berumur lebih dari dua dekade.
Keberadaan perangkat tambahan untuk mengoptimalkan head unit tersebut juga menjadi alasan Joseph mempertahankannya.
“Masih pakai OEM [original equipment manufacturer]-nya, untuk suara masih top banget. Supaya lebih kekinian saya belikan adaptor Bluetooth. Bawaan ini masih enak banget staging dan lainnya,” ujarnya.
Senada dengan Joseph, Bagus Ananda juga masih menggunakan head unit lawas di mobil-mobil lama koleksinya. Selain menjaga tampilan mobil agar tetap sesuai zamannya, dia merasa kualitas suara dari head unit tersebut sesuai dengan seleranya.
“Preferensi saya pada kualitas suara, cocoknya pakai tipe lawas dari Sony dan Alpine yang kastanya bukan entry-level. Speaker dan kabel juga pegang peranan. Buat saya speaker lawas output-nya juga di telinga [terasa] nikmat,” tuturnya.
Minimnya fitur yang ditawarkan tak jadi persoalan baginya. Karena head unit lawas bisa dimodifikasi agar fiturnya bisa mendekati produk serupa yang lebih baru.
“Kalau mau mainkan [suara] dari yang modern seperti Spotify pakai Bluetooth tinggal colok prosesor macam Cello Magic atau Vox La,” ungkapnya.
Apa yang disampaikan oleh Joseph dan Bagus diamini oleh Hendi Sugihendi, pedagang spesialis perangkat audio mobil lawas. Head unit, equaliser, maupun speaker keluaran 1970-1990-an banyak diburu lantaran kualitas suara yang dihasilkan tak kalah dengan produk keluaran terbaru.
Dia mengaku head unit serta stick equaliser Blaupunkt buatan Jerman menjadi barang yang paling banyak dicari oleh pembeli. Selain kualitas suara yang dihasilkan terbilang baik, di era 1980-1990-an keduanya populer sebagai aksesoris pendongkrak gengsi penggunanya.
Kepopulerannya tak terlepas dari tokoh Boy dalam film Catatan Si Boy yang menggunakannya di mobil BMW E30 M40.
Bahkan, saking terkenalnya perangkat buatan Jerman itu dibuat tiruannya dengan merk Cobra.Oleh karena itu, sebagian besar penggemar otomotif di era 1980-1990-an menyebutnya sebagai Blaupunkt Cobra atau stik Cobra.
“Hot item equalizer Blaupunkt ini. Barang ada nggak lama laku. Kadang yang rusak nggak bisa hidup ada yang mau juga entah untuk pajangan atau mau diperbaiki sendiri,” ungkapnya.
Sementara itu untuk keterbatasan fitur, Hendi menyebut head unit lawas bisa diakali menggunakan prosesor tambahan yang diklaim juga mampu meningkatkan kualitas suaranya. Pemasangan prosesor tersebut tak mengubah mekanisme kerja head unit dan merusak keaslian komponennya.
“Pasang prosesor supaya bisa connect ke ponsel pakai Bluetooth atau USB flashdisk. Kalau pakai adapter lama-lama pemutar kaset pitanya yang rusak. Prosesor ini letaknya bisa disembunyikan juga, nggak mengganggu tampilan dan merusak,” paparnya.
Tidak ada syarat khusus untuk pemasangan prosesor. Semua jenis head unit lawas bisa digandengkan dengan beragam jenis prosesor yang harganya bervariasi dari ratusan hingga puluhan juta rupiah.
Adapun untuk biaya pemasangan, Hendi menyebut bervariasi tergantung kesulitan, kerusakan yang ditemukan pada head unit atau perangkat lainnya. Namun yang jelas, biayanya berbeda dengan instalasi atau perbaikan sistem audio mobil baru.
“Teknisinya ini juga bukan sembarangan karena nggak semua bisa pasang. Audio lama yang standar aja nggak semua bisa, apalagi yang dimodifikasi seperti ini,” tutupnya.
DIGITAL DAN ANALOG
Bicara mengenai preferensi suara dan penggunaan head unit lawas, Benny Boelhasrin punya pendapat tersendiri. Pengguna Volvo 945 keluaran 1993 ini mempertahankan head unit Nakamichi CD-500 keluaran 1990-an di mobilnya lantaran kepincut karakteristik suara analog yang dihasilkan.
“Biarpun saya bukan penggemar audio fanatik, tetapi saya bisa menilai bahwa si Nakamichi ini menghasilkan suara yang bening, jernih dan empuk, tidak terlalu digital atau masih terdengar alami,” katanya.
Benny mengaku sulit menjelaskan bagaimana perbedaan antara karakteristik suara analog dari Nakamichi CD-500 di Volvo kesayangannya dan suara digital dari head unit keluaran baru di mobil lainnya. Namun, sederhananya karakter suara analog adalah karakter suara seperti suara yang dihasilkan oleh rekaman di piringan hitam atau kaset pita.
“Lebih alami. Kalo diproses secara digital itu jadi terlalu sempurna,” pungkasnya.