Bisnis.com, JAKARTA- Kabar terbaru program pengembangan ekosistem mobil listrik muncul dari Hyundai Grup. Teranyar, konsorsium Hyundai dan LG Energy siap mengoperasikan pabrik ekosistem baterai mobil listrik di Cikarang dan Karawang, Jawa Barat.
Perampungan pabrik sekaligus pengoperasian ekosistem produksi baterai mobil listrik ini disebut-sebut sebagai yang pertama di Asia Tenggara. Hyundai mengklaim, perampungan dan pengoperasian tersebut pun maju dari jadwal yang dipatok sebelumnya.
Setidaknya, bagi pemerintah yang antusias mendorong perkembangan ekosistem mobil listrik, pengoperasian pabrik tersebut salah satu bukti dari banyak janji investasi.
Fasilitas pertama yang dibangun itu dioperasikan oleh PT HKML Battery. Total investasi mencapai US$1,1 miliar, setara Rp15,6 triliun, dengan kapasitas produksi sel baterai mencapai 10 GWh per tahun.
Selain itu, Hyundai juga membangun fasilitas packing baterai yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. PT Hyundai Energy Indonesia yang menjalankan fasilitas produksi packing itu menelan investasi sebesar US$60 juta, atau sekitar Rp900 miliar.
Total kapasitas produksi pabrik HEI mencapai 21.000 unit Battery System Assembly (BSA) per tahun. Dalam tahun-tahun berikutnya, HEI bisa memperbesar kapasitas hingga 50.000 unit BSA.
Baca Juga
Di sisi lain, bagi Hyundai, realisasi investasi ini kian mengokohkan fondasi pabrikan di Indonesia. Lewat realisasi tersebut, setidaknya rantai pasok Hyundai telah tersambung sejak sel baterai, hingga perakitan baterai dan mobil listrik.
Sejauh ini, Hyundai baru memproses secara lokal mobil listrik Hyundai Ioniq 5. Berkat investasi yang dikucurkan, Hyundai Ioniq 5 mendapatkan insentif bebas PPnBM, 1% PPN, hingga PKB dan BBNKB karena memenuhi syarat TKDN minimal 40%.
Masuknya baterai rakitan lokal itupun bakal mengerek TKDN Hyundai Ioniq 5. Seiring itu pula, perlahan ongkos produksi menurun diikuti peningkatan volume produksi.
“Jelas kapasitas produksi naik. Jadi kesempatan menjual lebih banyak di domestik dan ekspor juga naik,” ujar Fransiscus Soerjopranoto, Chief Operating Officer Hyundai Motor Indonesia kepada Bisnis.com.
TARIF PAJAK MOBIL
Di sisi lain, perampungan investasi Hyundai Grup berpotensi mengubah skema pengenaan pajak khususnya Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Perubahan skema tarif PPnBM itu merujuk Peraturan Pemerintah No. 74/2021 tentang PPnBM kendaraan Bermotor. Pada pasal 36B, disebutkan ketentuan tarif skema awal tak lagi berlaku dalam hal adanya realisasi investasi paling sedikit Rp5 triliun.
Pada pasal selanjutnya, potensi perubahan skema tarif menyasar banyak jenis mobil non-BEV, termasuk Hybrid Electric Vehicle (HEV). Sebagai contoh, untuk pasal 26 terkait tarif mobil HEV dengan silinder 3.00cc beremisi karbon CO2 kurang dari 100 gram per kilometer, sebelumnya dikenakan PPnBM 8% dikerek hingga kisaran 10%.
Sementara untuk HEV lainnya sebagaimana dikelompokkan oleh Pasal 27, PP 74/2021 maka tarif pajak semula 7%, naik hingga 11%. Sama halnya dengan model mobil mild hybrid, antara lain yang awalnya bertarif 8% menjadi 12%.
Skema tarif PPnBM inipun bakal dihadapi mobil konvensional lainnya. Menurut Frans, dengan acuan beleid itu, selayaknya pemerintah bisa konsisten menjalankan regulasi.
Dia mengungkapkan pemberlakuan aturan itu menunjukkan adanya tren transisif. “Kalau mau mobil listrik cepat naik, pemerintah harus tegas. Hal ini bukan berarti pemain industri lama mati, mereka yang combustion [ICE] murni bisa beralih perlahan kepada hybrid dulu,” ungkap Frans.
Sementara itu, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara memang mengamini adanya kebijakan tersebut. Hanya saja, menurutnya, asosiasi mendukung seluruh upaya untuk menghadirkan produk emisi rendah selagi mempertimbangkan kelangsungan industri yang ada.
Dia menegaskan, baik BEV maupun HEV, selayaknya mendapatkan keistimewaan. Terlebih lagi, terdapat tren pertumbuhan mobil HEV baik di pasar domestik maupun global.
“Kalau HEV juga tidak dibantu, maka banyak investasi pengembangan yang lari. Semisal saja, beberapa pabrikan di sini, yang memilih impor HEV dari Thailand, itu tidak bisa disalahkan,” kata Kukuh.
Di sisi lain, pihak Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum merespon terkait potensi perubahan skema tarif PPnBM tersebut. Namun demikian, sebelumnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengungkapkan rencana pemberian insentif mobil hybrid tengah didiskusikan pemerintah, lantaran ikut berkontribusi mengikis emisi.
“Insentif mobil hybrid sudah didiskusikan di internal pemerintah, tunnggu tanggal mainnya saja,” ungkapnya di sela kunjungan GIICOMVEC baru-baru ini.