Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mendorong para pabrikan mobil listrik asal China untuk menggunakan baterai berbahan baku nikel (Nickel Manganese Cobalt/NMC), sejalan dengan komitmen hilirisasi sumber daya alam.
Pembina Industri Ahli Muda Tim Kerja KBLBB Direktorat IMATAP Kemenperin, Patia Jungjungan mengatakan, sejauh ini produsen kendaraan listrik (electric vehicle/EV) asal China yang masuk pasar Indonesia mayoritas menggunakan baterai jenis lithium ferro phosphate (LFP).
“Namun, tentunya kami dari pemerintah sangat mendukung dan mendorong apabila mereka mau menggunakan teknologi nikel,” ujar Patia dalam diskusi yang digelar oleh Core Indonesia, Rabu (26/2/2025).
Sebagai contoh, lanjutnya, pada pertengahan 2024 lalu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang dalam kunjungannya ke China berdiskusi langsung dengan prinsipal yang sudah berinvestasi di Indonesia yang antara lain Wuling, Chery, dan Neta.
"Dalam kesempatan tersebut, Bapak Menteri sudah memberikan pesan bahwa mendorong mereka untuk bisa menggunakan teknologi nikel atau NMC. Jadi, supaya kendaraan yang ada di Indonesia jangan hanya LFP tapi NMC,” katanya.
Sebab, menurutnya Indonesia memiliki sumber daya alam nikel yang melimpah sehingga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. Apalagi, seiring dengan komitmen hilirisasi nikel, diharapkan harga bahan baku nikel bisa semakin murah.
Baca Juga
Perlu diketahui, kualitas baterai nikel lebih unggul dibandingkan baterai LFP. Apalagi, biasanya baterai nikel lebih banyak dipakai di mobil listrik kelas premium karena bobotnya lebih ringan dan daya tahannya lebih baik dibandingkan LFP.
Namun sayangnya, sebagian besar pemain mobil listrik di Indonesia masih menggunakan baterai jenis LFP. Sebab, bahan baku baterai nikel relatif lebih mahal.
Salah satu faktor yang menyebabkan baterai nikel lebih mahal dibandingkan LFP, karena bahan baku NMC menggunakan nikel dan kobalt, yang lebih langka dan mahal dibanding besi dan fosfat pada LFP.
Berdasarkan catatan Bisnis, sejumlah agen pemegang merek (APM) masih belum menggunakan baterai nikel, melainkan baterai jenis lithium ferro phosphate (LFP), di antaranya yakni BYD, Wuling, Chery, Morris Garage (MG), Neta, hingga Aion.
Direktur Riset Ekonomi Makro, Kebijakan Fiskal dan Moneter CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto menambahkan, untuk mendorong para pabrikan China beralih ke baterai nikel, perlu strategi khusus dan bertahap.
"Kalau kita terlalu keras, misalnya melarang mereka pakai LFP dan harus pakai nikel, nanti mereka malah tidak mau masuk. Jadi memang agak tricky dan perlu strategi jangka panjang," jelas Akbar.
Salah satu opsinya, menurut Akbar, dalam jangka panjang pemerintah bisa memberikan subsidi khusus untuk para pabrikan EV yang menggunakan baterai nikel, agar para pabrikan China mulai tertarik pakai bahan baku nikel dalam negeri.