Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah pengunjung pameran mobil terakbar di Indonesia, Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2025 dikabarkan melonjak dibandingkan dengan tahun lalu. Ironinya adalah jumlah transaksi yang terjadi justru diramal menurun.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyampaikan bahwa pameran otomotif GIIAS 2025 yang dihelat pada 24 Juli hingga 3 Agustus 2025 di ICE BSD City, Tangerang disambangi oleh 485.569 pengunjung.
Ketua III Gaikindo sekaligus Ketua Penyelenggara GIIAS 2025 Rizwan Alamsjah mengungkapkan, GIIAS 2025 kembali memecahkan rekor catatan jumlah pengunjung dibandingkan tahun sebelumnya.
“Antusiasme pengunjung GIIAS 2025 sangat luar biasa, pengunjung terlihat memenuhi seluruh area pameran pada GIIAS tahun ini, mulai dari hall 1 hingga hall 11," ujar Rizwan dalam keterangannya, dikutip Senin (4/8/2025).
Adapun, tercatat sebanyak 485.569 pengunjung yang memadati area pameran GIIAS 2025 atau lebih banyak dari tahun lalu yang mencapai 475.084 orang.
Sementara itu, totalnya ada sebanyak 54 model kendaraan terbaru yang diperkenalkan kepada publik, mulai dari world premiere, Asian premiere, hingga Indonesian premiere.
Baca Juga
Lebih lanjut Rizwan menambahkan, program test drive juga menjadi magnet bagi para pengunjung untuk dapat merasakan sensasi berkendara dari berbagai model kendaraan terbaru. Di fasilitas test drive GIIAS 2025 tercatat total hampir 20.000 trip test drive.
Tercatat, lebih dari 60 merek otomotif global turut berpartisipasi, termasuk 40 merek kendaraan penumpang, 4 merek kendaraan komersial, 17 merek sepeda motor, serta 4 perusahaan karoseri.
Adapun, beberapa merek mobil yang telah meramaikan GIIAS 2025 di antaranya pemain lama seperti Toyota, Honda, Suzuki, Daihatsu, Mitsubishi hingga Hyundai. Tak hanya itu, ada juga beberapa merek pemain baru asal China yang turut meramaikan GIIAS 2025, di antaranya BYD, AION, Aletra, BAIC hingga Geely.
Kendati demikian, Gaikindo mengungkapkan adanya potensi penurunan transaksi pada penyelenggaraan GIIAS 2025, dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mengingatkan fenomena rombongan jarang beli alias rojali yang ramai di pusat perbelanjaan belakangan ini.
"Setiap tahun, setelah pameran berakhir, Gaikindo menerima laporan capaian dari para peserta, ada yang menunjukkan fluktuasi transaksi yang meningkat maupun menurun yang adalah hal biasa, yang kami harapkan tentunya catatan capaian di GIIAS 2025, dapat mencapai angka yang setara dengan capaian tahun sebelumnya," pungkas Rizwan.
Transaksi GIIAS 2025 Turun
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi menyampaikan bahwa meskipun jumlah pengunjung meningkat, namun transaksi pembelian kendaraan selama pameran GIIAS 2025 justru turun dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kalau saya lihat dari sisi transaksi kelihatannya agak turun. Tetapi kalau kita lihat memang kondisi ekonomi memang agak memberat. Kemudian kita juga lihat sampai dengan pertengahan tahun ini bulan Juni penjualan juga turun,” ujar Nangoi saat ditemui di GIIAS 2025.
Turunnya transaksi sejalan dengan lesunya pasar otomotif sepanjang semester I/2025. Total penjualan mobil wholesales ambles 8,6% year-on-year (yoy) menjadi 374.740 unit, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebanyak 410.020 unit.
Sementara itu, penjualan mobil secara ritel pun turun 9,7% menjadi 390.467 unit, dibandingkan dengan 6 bulan pertama 2024 sebanyak 432.453 unit.
Kendati demikian, dia mengatakan pameran GIIAS 2025 ini tujuan utamanya bukan hanya untuk menjual kendaraan, namun menginformasikan mengenai berbagai teknologi mutakhir dari berbagai merek, serta model-model kendaraan terbaru kepada masyarakat pencinta otomotif.
Sejauh ini, Gaikindo masih terus menghitung berapa jumlah pengunjung dan nilai transaksi yang dihasilkan dari pameran GIIAS 2025.
“Kalau tahun lalu kan 34.000 mobil dengan kira-kira sekitar hampir Rp18 triliun, kalau kami bisa mencapai itu saja, sudah bersyukur,” pungkas Nangoi.
Daya Beli Masyarakat Loyo
Pengunjung GIIAS 2025 yang memutuskan membeli mobil diberikan dua opsi pembayaran yakni tunai dan kredit. Tak hanya agen pemegang merek (APM) yang berharap tuah dari GIIAS 2025, perusahaan pembiayaan kredit kendaraan yang hadir pun mengharapkan hasil positif.
Secara umum, laba industri pembiayaan atau multifinance sebesar Rp11,51 triliun per Juni 2025 atau hanya tumbuh 0,81% (year on year/YoY) per Juni 2025.
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman menyampaikan bahwa piutang pembiayaan selama semester I/2025 tercatat tumbuh 1,96% (YoY) atau menjadi Rp501,83 triliun, dengan non-performing financing (NPF) gross sebesar 2,55% dan NPF net sebesar 0,88%.
“Piutang multifinance diproyeksikan akan tetap tumbuh positif 2025 ini, meskipun terdapat risiko lebih rendah pertumbuhannya dari proyeksi semula 8%—10%, sehingga diperlukan peningkatan piutang pembiayaan yang lebih besar ke depan,” katanya pada Senin (4/8/2025).
Oleh sebab itu, Agusman menilai bahwa industri multifinance diperkirakan dapat tetap tumbuh positif atau tetap memiliki potensi bisnis yang baik, meskipun ada tantangan seperti ketidakpastian ekonomi global.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiranto beranggapan bahwa laba industri multifinance per Juni 2025 hanya mampu mencapai 0,8% karena sisi piutang pembiayaan tak menyentuh target yang ada.
“[Pertumbuhan piutang] 1,96% nah itulah penyebabnya, Kan kita menargetkan kurang lebih sekitar 6%—8%, tetapi kita hanya tumbuh segitu, ya, jadi tentu akan terkena dampaknya terhadap pertumbuhan laba,” katanya kepada Bisnis, Senin (4/8/2025).
Adapun, lanjutnya, piutang pembiayaan ini tidak bisa mencapai target karena adanya penurunan daya beli.
Belakangan lesunya daya beli masyarakat tergambar dalam fenomena rojali alias rombongan jarang beli. Banyak masyarakat yang menginginkan kendaraan, tetapi tidak sanggup membeli atau mereka menjadi rohana alias rombongan hanya tanya.
Suwandi juga menyoroti laba multifinance banyak tergerus oleh NPF yang sempat naik. Karena ini pula, berdampak pada pembelian kendaraan.
“Terus terang juga kan banyak PHK, penyebabnya juga ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Maka pemerintah sedang juga memikirkan bagaimana stimulus apa yang bisa diberikan kepada real sector. Juga mungkin masyarakat juga tidak prioritas untuk beli kendaraan dulu, prioritasnya adalah untuk kebutuhan primer mereka,” jelas dia.