Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GIAMM Khawatir RI Dibanjiri Komponen Impor China Imbas Tarif Trump

GIAMM mengkhawatirkan kebijakan Presiden AS Donald Trump soal tarif impor 32% berpotensi berdampak negatif terhadap industri komponen otomotif.
Fasilitas produksi di salah satu pabrik produksi komponen otomotif emiten milik TP Rachmat, PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA). - Dok. Dharma Polimetal
Fasilitas produksi di salah satu pabrik produksi komponen otomotif emiten milik TP Rachmat, PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA). - Dok. Dharma Polimetal

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) mengkhawatirkan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait tarif impor sebesar 32% berpotensi berdampak negatif terhadap industri komponen otomotif nasional.

Sekjen GIAMM Rachmat Basuki menyoroti potensi banjirnya produk komponen otomotif dari China ke pasar Indonesia akibat kebijakan dagang Amerika terhadap China. 

"Produk-produk murah dari China, terutama untuk kebutuhan aftermarket, dikhawatirkan akan melemahkan daya saing produk lokal," ujar Rachmat dalam keterangannya dikutip Selasa (8/4/2025).

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) impor dari China untuk kategori kendaraan bermotor dan komponen otomotif (HS 87) serta HS 98 (incompletely knocked down/IKD) tembus sebesar US$331,02 juta pada Januari 2025.

Secara terperinci, impor kendaraan dan komponen otomotif yang tertera pada HS 87 sebesar US$320,34 juta, sedangkan kategori HS 98 senilai US$10,68 juta. 

Oleh sebab itu, GIAMM menilai perlu adanya langkah strategis pemerintah dalam menyikapi situasi ini. Mengingat, ekspor komponen otomotif Indonesia ke Amerika Serikat saat ini menempati posisi kedua terbesar setelah Jepang.

“Ini tentu berdampak besar bagi industri kita, karena sebelumnya tarif masuk ke AS relatif kecil. Sementara produk Amerika yang masuk ke Indonesia dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi," katanya.

Alhasil, GIAMM mengusulkan pendekatan timbal balik atau tarif resiprokal sebagai solusi jangka pendek yang lebih adil.

“Kalau mereka kenakan tarif tinggi, kita pun perlu menyesuaikan. Tarif dibalas tarif, tapi juga jangan lupa opsi lain seperti menurunkan tarif untuk produk AS agar terjadi keseimbangan,” ujar Basuki.

Sebagai solusi, dia mendorong penerapan hambatan non-tarif seperti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) guna melindungi industri nasional dari serbuan barang impor yang tidak kompetitif secara kualitas dan harga.

GIAMM mengajak pemerintah untuk terus memperkuat diplomasi dagang dengan negara-negara mitra dan memastikan industri nasional mendapatkan perlindungan yang memadai, agar tetap dapat tumbuh dan berkontribusi pada perekonomian Indonesia.

“Meski ada tantangan, kami tetap optimis. Pasar Amerika masih terbuka. Selama tarif yang dikenakan terhadap China tidak lebih rendah dari kita, produsen dalam negeri masih punya peluang untuk bersaing,” pungkasnya.

China Sasar RI

Pakar Otomotif dan Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai, sangat mungkin produk komponen murah dari China membanjiri Indonesia. 

Menurutnya, melalui inisiatif Belt and Road, China semakin memperkuat infrastruktur perdagangan di kawasan, memfasilitasi aliran barang ke negara-negara mitra, termasuk Indonesia, 

"Kebijakan tarif AS dapat mendorong produsen China mencari pasar alternatif, dan Indonesia dengan pasar otomotif yang besar menjadi target menarik yang didukung oleh konektivitas belt and road," ujar Yannes kepada Bisnis, Selasa (8/4/2025).

Alhasil, menurut Yannes, harga yang kompetitif dari produk China berpotensi melemahkan daya saing produsen komponen lokal, terutama jika kualitasnya setara. 

"Industri dalam negeri bisa tertekan, mengalami kesulitan bersaing, dan bahkan kehilangan pangsa pasar di dalam negeri sendiri," jelasnya.

Yannes pun menekankan bahwa pemerintah harus memperkuat non tariff barrier sambil terus memprioritaskan diversifikasi pasar ekspor.

Menurutnya, berbagai upaya yang bisa dilakukan pemerintah yakni dengan memberikan dukungan intensif bagi pelaku industri untuk menembus pasar Asean, Timur Tengah, Afrika, dan negara-negara BRICS melalui promosi aktif, memfasilitasi informasi pasar, dan insentif ekspor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper