Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harapan Bos Dharma Polimetal (DRMA): Indonesia Pusat Produksi Komponen Otomotif

Dharma Polimetal (DRMA) menekankan agar Indonesia harus menjadi pusat produksi, jangan hanya jadi pasar bagi produk luar
Fasilitas produksi di salah satu pabrik produksi komponen otomotif emiten milik TP Rachmat, PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA). - Dok. Dharma Polimetal
Fasilitas produksi di salah satu pabrik produksi komponen otomotif emiten milik TP Rachmat, PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA). - Dok. Dharma Polimetal

Bisnis.com, JAKARTA - Industri komponen otomotif di Tanah Air terpukul oleh kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump sebesar 32% untuk Indonesia.

Presiden RI Prabowo Subianto pun memilih opsi untuk melonggarkan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebagai paket untuk negosiasi dengan  AS, serta meminta jajaran kementerian/lembaga untuk membuka keran impor.

Dari sisi pelaku usaha, Presiden Direktur PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA) Irianto Santoso mengatakan, seharusnya Indonesia bisa menjadi pusat produksi, bukan hanya mengandalkan impor berbagai produk dari luar negeri.

"Indonesia jangan hanya menjadi pasar bagi produk-produk dari luar, tetapi dapat menjadi pusat produksi untuk barang-barang yang dibutuhkan," ujar Irianto kepada Bisnis, Rabu (9/4/2025).

Menurutnya, pemerintah Indonesia semestinya sudah tahu apa yang perlu dilakukan, mengingat saat ini pemerintah tidak melakukan balasan dengan pengenaan tarif namun mengedepankan cara-cara negosiasi. 

Pemerintah akan melakukan negosiasi perdagangan dengan AS agar mendapatkan jalan keluar dari kondisi perdagangan yang belum seimbang yang berdampak kepada pengenaan tarif tersebut.

"Selain itu pemerintah bisa melakukan inisiatif melalui insentif pajak, penyederhanaan perizinan berinvestasi dan juga dengan meningkatkan kerja sama regional untuk dapat mengambil peluang dari kondisi ini sehingga jumlah negara yang ingin melakukan investasi di Indonesia meningkat," jelas Irianto.

Emiten produsen komponen otomotif milik konglomerat TP Rachmat itu pun mengakui bahwa kinerja ekspor perseroan ke AS turut terdampak dengan adanya kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

Alhasil, DRMA tengah menyiapkan strategi dan terus berkoordinasi dengan mitra dan otoritas terkait untuk memastikan kepatuhan dan mencari solusi terbaik bagi keberlangsungan bisnis perseroan.

Menurut Irianto, meskipun ada tantangan, DRMA masih optimistis bahwa pasar Amerika Serikat masih terbuka karena kebijakan pengenaan tarif resiprokal AS tersebut juga dialami oleh semua negara.

DRMA juga terus berupaya untuk mengembangkan kemampuan core engineering, dengan tujuan menghasilkan produk komponen yang kompetitif. Irianto mengatakan, perseroan melihat peluang ekspor ke AS maupun negara lainnya masih cukup besar. 

"Selain ke Amerika Serikat, DRMA juga telah mengekspor produk lain, seperti auxiliary battery ke Korea Selatan. Ke depan, DRMA akan terus membuka peluang ekspor ke negara lain, sejalan dengan visi kami untuk menjadi perusahaan manufaktur kelas dunia," pungkasnya.

Prabowo Perintahkan Buka Keran Impor dan Ubah Aturan TKDN

Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan kementerian/lembaga terkait untuk menghilangkan kuota impor, utamanya terkait dengan komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo di hadapan pengusaha, ekonom hingga akademisi pada acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Adapun, perintah tersebut disampaikan Prabowo ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua DEN Luhut B. Pandjaitan.

“Yang jelas, Menko, Menkeu, Gubernur BI, Ketua DEN, saya sudah kasih perintah hilangkan kuota-kuota impor terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Prabowo dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Selain itu, Prabowo juga memerintahkan kementerian yang mengatur terkait perhitungan TKDN untuk membuat aturan dengan lebih realistis. Dia pun menekankan bahwa TKDN tidak dapat menyelesaikan masalah kemampuan komponen lokal. 

"Tolong para menteri saya sudah realistis, TKDN dibikin yang realistis saja. Masalah kemampuan dalam negeri, masalah luas, pendidikan iptek, sains, ini masalah enggak bisa dengan cara bikin regulasi TKDN," terangnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper