Bisnis.com, JAKARTA — Pabrikan mobil terbesar dunia, Toyota Motor Corp., menjadi produsen di industri otomotif yang paling tekor berdasarkan proyeksi kerugian dari perang dagang Amerika Serikat-China, yang semakin memanas setelah adanya tarif Trump.
Dilansir dari Bloomberg, Senin (12/5/2025), penerapan bea masuk tambahan atas mobil dan suku cadang mobil impor memaksa General Motors Co. memangkas proyeksi laba tahun penuhnya hingga US$5 miliar, sementara Ford Motor Co. bersiap menghadapi kerugian tahunan sebesar US$1,5 miliar.
Toyota sendiri memperkirakan labanya turun sebesar US$1,2 miliar hanya dalam waktu dua bulan. Meskipun produsen mobil asal Jepang itu tidak memberikan penghitungan untuk seluruh tahun 2025, Toyota memproyeksikan laba operasi sebesar 3,8 triliun yen (US$26,1 miliar) untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2026—jauh di bawah 4,7 triliun yen yang diharapkan oleh para analis.
Meski Toyota telah meningkatkan produksi di Amerika Serikat (AS) hingga lebih dari setengah penjualan, perusahaan masih bergantung pada impor suku cadang dan model kendaraan utama—hingga sekitar 1,2 juta mobil per tahun.
Pemerintah AS sadar betul akan ketergantungan industri otomotif terhadap impor suku cadang. Trump sendiri menyebut Toyota dalam pidato Hari Pembebasan yang kontroversial di Rose Garden pada 2 April 2025 lalu, sambil mengeluhkan "satu juta mobil buatan luar negeri" Toyota yang dijual di AS.
Toyota masih mempertahankan harga dan volume produksinya di 11 pabrik yang tersedia di AS meski adanya tarif bea masuk tambahan. Di samping itu, pemerintah AS dan Jepang sudah memulai negosiasi tarif sejak Februari lalu meski belum jelas kapan berakhir.
Baca Juga
Kepala Eksekutif Toyota Koji Sato mengaku masih sulit mengambil langkah atau mengukur dampak dari penerapan tarif Trump.
“Berbicara tentang tarif bea masuk, rinciannya masih sangat cair,” kata Sato, pekan lalu setelah merilis hasil keuangan terbaru.
Sebelumnya, kepala negosiator perdagangan Jepang Ryosei Akazawa mengungkapkan salah satu produsen mobil Jepang yang tidak disebutkan namanya saat ini merugi sekitar US$1 juta per jam akibat tarif Trump. Dia mengutip perhitungan yang dibuat oleh seorang eksekutif perusahaan yang tidak disebutkan namanya.
Angka kerugian tersebut tidak terlalu jauh dari perkiraan kerugian sebesar US$1,2 miliar yang diproyeksikan Toyota berdasarkan 730 jam kerja per bulan. Hanya saja, perwakilan Toyota tidak menanggapi permintaan komentar.
Akazawa berharap bahwa kesepakatan negosiasi perdagangan antara Jepang dan AS dapat dicapai pada Juni 2025, dengan sesi negosiasi berikutnya akan berlangsung pada akhir Mei 2025.
Sebagai informasi, AS mengenakan bea masuk sebesar 25% terhadap hampir smeua kendaraan impor sejak 3 April 2025. Sementara sebagian besar suku cadang mobil dikenakan bea masuk tersebut sejak 3 Mei 2025.
Ada beberapa perintah eksekutif yang ditandatangani Trump untuk mencegah bea masuk berlipat ganda. Hanya saja, mengingat AS merupakan pasar terbesar bagi lima produsen mobil terbesar Jepang, peningkatan tarif yang moderat sekalipun akan berdampak besar pada laba bersih mereka.
Sedangkan pemerintah Trump telah mencapai kesepakatan perdagangan pertama pada 8 Mei 2025 dengan Inggris. Sebagai perbandingan, AS memiliki surplus perdagangan barang senilai US$11,9 miliar dengan Inggris pada tahun lalu, sedangkan AS mengalami defisit US$68,5 miliar dengan Jepang.
Besarnya defisit perdagangan AS dengan Jepang mungkin akan mempersulit tercapainya kesepakatan tanpa konsesi signifikan dari satu pihak.
Kepala strategi T&D Asset Management Hiroshi Namioka menilai banyak kesulitan yang akan dihadapi pemerintah Jepang agar AS mau menurunkan tarif bea masuk untuk industri otomotif.
“Pada saat yang sama, industri otomotif terlalu penting bagi Jepang untuk sekadar mengikuti apa yang diinginkan AS," kata Namioka.
Beberapa produsen mobil Jepang telah mengeluhkan perkembangan tarif perdagangan dunia. Nissan Motor Co. sudah menghentikan pesanan AS untuk SUV yang dibuat di Meksiko, sementara Honda Motor Co. mengalihkan produksi Civic versi hibridanya dari Jepang ke AS.
Mazda Motor Co. menghentikan ekspor ke Kanada dari satu model yang diproduksi di Alabama, yang merupakan usaha patungan dengan Toyota, karena tarif balasan ke AS.
"Kami akan mempertahankan operasi kami saat ini sambil terus berfokus pada pengurangan biaya tetap, sembari terus mencermati pergerakan otoritas AS, termasuk bea cukai," kata juru bicara Toyota dalam sebuah pernyataan.
Janji Toyota
Toyota telah menanamkan modal besar-besaran untuk membangun operasinya di AS—termasuk menghabiskan US$13,9 miliar untuk pabrik baterai baru di North Carolina. Toyota juga tetap berkomitmen untuk mempertahankan basis produksi domestiknya yang luas.
Bos Toyota Akio Toyoda telah berulang kali berjanji untuk terus memproduksi setidaknya tiga juta kendaraan per tahun di Jepang. Tahun lalu, perusahaan tersebut memproduksi 3,1 juta mobil di negara asalnya, sekitar sepertiga dari total produksi di seluruh dunia.
Secara global, Toyota menjual 10,8 juta mobil pada 2024, dengan AS menyumbang kurang dari seperempatnya. Sementara separuhnya diproduksi secara lokal dan 30% lainnya berasal dari negara tetangga Kanada dan Meksiko, sekitar 281.000 kendaraan diimpor dari Jepang—termasuk model populer seperti SUV berukuran sedang 4Runner, Prius hybrid, dan beberapa kendaraan Lexus kelas atas.
Produk terlaris di AS—crossover hybrid RAV4 dan sedan kompak Corolla—dirakit di pabrik-pabrik di Kentucky dan Mississippi. Namun, RAV4 yang hanya menggunakan bahan bakar gas yang diimpor dari Kanada dan hibrida plug-in yang berasal dari Jepang. Varian model Corolla seperti GR yang sporty, hatchback praktis, dan hibrida gas-listrik juga mengusung label buatan Jepang.
Akibatnya, Toyota menjadi sorotan pemerintah Trump. Akhirnya, pabrikan mobil itu pun sangat bergantung pada hasil negosiasi perdagangan AS-Jepang
Pabrikan mobil itu menepis kritik pemerintah Trump dengan menyatakan melalui juru bicaranya bahwa mereka sudah berkomitmen untuk menggelontorkan hampir US$21 miliar di AS sejak 2020. Jumlah itu hampir dua kali lipat dari janji yang dibuat selama usai diserang pemerintahan pertama Trump.
Toyota juga menyatakan telah meningkatkan lapangan kerja manufaktur di AS menjadi 31.000 pekerja, naik dari 25.000 pada 2016.
Satu masalah yang dihadapi: pembatasan signifikan terhadap fleksibilitas di fasilitas manufaktur yang ada di AS, yang dapat memengaruhi kemampuannya untuk memindahkan kendaraan dari pabrik luar negeri.
Misalnya pabrik Toyota di Georgetown, Kentucky—yang merupakan operasi perakitan kendaraan tertua dan terbesar di AS—tidak memiliki kemampuan untuk produksi model-model baru. Pabrik itu beroperasi penuh pada hampir 100% dari kapasitas maksimumnya pada akhir April, menurut perwakilan perusahaan yang berbasis di AS.