Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

‘Missing Link’ Hilirisasi Nikel dan Pengembangan Mobil Listrik (EV)

Proses hilirisasi nikel di Indonesia sebagai bahan baku baterai masih terhambat, meski terdapat guyuran insentif untuk mobil listrik.
Presiden Prabowo Subianto dan menteri kabinet Merah Putih dalam acara peresmian peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi Konsorsium ANTAM-IBC-CBL di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6/2025). ANTARA/Fathur Rochman
Presiden Prabowo Subianto dan menteri kabinet Merah Putih dalam acara peresmian peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi Konsorsium ANTAM-IBC-CBL di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6/2025). ANTARA/Fathur Rochman
Ringkasan Berita
  • Pemerintah Indonesia memberikan insentif untuk mobil listrik dengan tujuan mendorong hilirisasi nikel, tetapi proses pengolahan hingga menjadi bahan baku baterai masih minim.
  • Mayoritas produksi nikel Indonesia diekspor ke China, sementara hanya 5% yang diolah untuk bahan baku baterai, karena kurangnya fasilitas pengolahan midstream.
  • Investasi dalam manufaktur mobil listrik di Indonesia masih rendah, dengan fokus lebih pada perakitan daripada pengembangan ekosistem produksi lokal.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA- Proses nikel sebagai bahan baku utama baterai masih menempuh jalan berliku, meskipun pemerintah telah menggelontorkan insentif bagi mobil listrik.

Hal itu disampaikan Kepala Riset Ekonomi Hijau dan Iklim LPEM Fakultas Ekonomi & Bisnis UI Alin Halimatussadiah dari LPEM FEB UI. Dia mengungkapkan sejauh ini salah satu alasan utama pemerintah mengguyur mobil listrik dengan berbagai insentif, adalah keinginan untuk penghiliran nikel.

Sejak 2020, pemerintah telah melarang ekspor mentah nikel. Harapannya, berbagai investor membangun berbagai fasilitas produksi berbagai produk hilir nikel, khususnya baterai dan mobil listrik.

Pada 2023, total produksi nikel Indonesia mencapai 1,8 juta ton, dari jumlah itu sebagian besar masih dikapalkan ke luar negeri, 85% tujuan ekspor ke China.

Sebaliknya, penghiliran nikel sebagai bahan baku utama baterai, tidak lebih dari 5%. Hal itu seiring masih minimnya proses midstream yang mengolah nikel sebagai prekursor.

Dari sisi rantai produksi nikel, terdapat dua cabang penghiliran. Bahan baku baterai hanya salah satu jurusan yang mengandalkan cadangan biji nikel berbasis limonit, serta memerlukan pemurnian dengan metode High Pressure Acid Leaching alias HPAL.

HPAL kemudian mengolah biji nikel limonit hingga berbentuk Mix Hydroxide Precipate (MHP) maupun Mix Sulphate Precipitate (MSP). Kedua olahan itu masih membutuhkan sulfat nikel dan kobalt untuk dijadikan prekursor, sebagai material sel baterai.

Dari sekian proses tersebut, rantai produksi masih harus berlanjut hingga perakitan modul dan pengemasan baterai. Persoalannya, dari keseluruhan proses, rantai produksi nikel itu masih terputus sejak fase pemurnian/smelter.

“Dari peta jalan pengembangan industri mobil listrik, banyak yang tidak sesuai target. Terutama pada proses lanjutan setelah smelter,” ungkap Alin, dalam "Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) 2025", Selasa (29/7/2025).

Alhasil, selepas proses pemurnian, mayoritas olahan nikel limonit langsung dikapalkan. “Nikel Indonesia banyak diolah menjadi baja nirkarat, sedangkan hanya 5% dari produksi untuk pengolahan baterai,” jelas Alin.

Lebih jauh, berdasarkan paparannya, pada sisi hilir manufaktur mobil listrik pun masih cukup rendah. Sebagian besar merek mobil listrik terutama yang menikmati kebijakan insentif, tetap mengutamakan perakitan, bukan pembangunan ekosistem produksi.

Lambannya proses manufaktur mobil listrik itupun tergambarkan dari proporsi investasi yang masih rendah. Bayangkan saja, dari tujuh merek mobil listrik, realisasi investasi yang dikucurkan hanya sekitar US$911 juta.

Jumlah itu sangat timpang dengan porsi investasi untuk pabrik mobil listrik berikut rantai pasok di berbagai negara. “Minimal mereka mengucurkan dana ratusan miliar dolar,” simpul Alin.

Di lain sisi, pemerintah mematok target kepada para produsen mobil listrik tersebut untuk menggarap produksi perdana secara lokal pada 2027. Hanya saja, para produsen pun menghadapi berbagai tantangan, terutama permintaan potensial yang lambat laun bakal tergerus akibat kelesuan perekonomian nasional, andaikata sokongan insentif tidak diberikan.

“Selain itu, mereka pastinya melihat konsistensi kebijakan,” tutup Alin.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro