Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) Kabupaten Tegal mencatat perkembangan sigfikan Industri Kecil Menengah (IKM) Tegal beberapa tahun terakhir. Pada 2015 hanya 4 IKM yang menjadi supply chain industri besar, namun saat ini sudah ada 12 IKM. Selain itu, IKM berkontribusi terhadap 35 persen product domestic bruto (PDB) Kabupaten Tegal pada 2021, serta menyerap sebanyak 3.000 tenaga kerja.
Koordinator Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) Kabupaten Tegal, Suyanto mengatakan Tegal merupakan ‘Jepangnya Indonesia’. Pasalnya, sejak dulu, geliat IKM logam sangat besar. Namun, menurutnya tantangan tebesar IKM Tegal untuk berkonektivitas dengan industri besar adalah pola pikir atau mindset para pelaku usaha IKM.
“Karena industri tradisional diubah ke industri modern engga mudah. Kalau tradisional berpikirnya ‘kayak gini aja laku’. Sekarang sudah gak bisa kayak gitu. Zaman berubah,” ucapnya, Senin (27/6/2022).
Oleh karena itu, pihaknya bersama YDBA terus memberi dukungannya secara manajerial, pendampingan, dan pembinaan. Selain itu, lanjut dia, LPB pun memfasilitasi IKM untuk mempunyai legalitas lengkap dari mulai pembuatan Nomor Induk Perusahaan (NIP) hingga pembuatan CV atau PT.
“Untuk bisa menjadi supply chain, kita Dinas Perindustrian dan industri besar, biasanya menunutut IKM harus memperbaiki sistem, salah satunya menerapkan ISO 9001 versi 2015. Kita fasilitasi semua,” ungkap Suyanto.
Tidak hanya itu, menurut Suyanto, pihaknya juga mendukung manufaktur tersentralisasi di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Tegal supaya pengembangannya lebih rapih.
“Dari dinas kita punya laboratorium perindustrian yang berfungsi untuk uji komposisi, uji tarik dan uji patah. Jadi di saat IKM mengalami kendala pengujian barang tidak harus beli alat atau ke UI. Jadi pemerintah supporting. Alat-alatnya untuk layanan jasa, semua pake CNC,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Pengurus YDBA Sigit P Kumala menuturkan permasalah IKM di Indonesia utamanya mempunyai masalah soal permesinan, permodalan dan sumber daya manusia. Sebab, untuk menjadi supplier industri besar, baik quality, cosh, dan delivery (QCD) harus benar-benar sesuai standar dan kompetitif.
“Apalagi mereka ingin menjadi vendornya agen pemegang merk [APM], kualitas masuk tapi qosh tidak masuk itu ditolak, jadi kita mengawalnya harus hati hati. Jadi harus sesuai permintaan APM,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (29/6/2022).
Dikatakannya, dibutuhkan kolaborasi baik dengan pemerintah daerah atau pun IKM yang sudah mapan atau istilahnya ayah angkat. Sedangkan untuk permodalan, kata dia, pihaknya mendorong dari kredit usaha rakyat (KUR), bank, lembaga dana bergulir, atau astra modal ventura.
“kemudian, untuk bahan baku IKM tidak bisa beli banyak bahan bakunya. Makanya IKM kita bentuk koperasi, belinya banyak dan harganya masuk. jadi jangan bayangkan perusahaan besar, ton-ton-an,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Sigit juga menyebut masalah laten IKM di Indonesia adalah juga adalah akses pasar. Dia pun meminta pemerintah untuk mendukung hal tersebut.
“Dorongan pemerintah baik, masalah perizinan, permodalan, cuma yang perlu adalah akses pasarnya. Kalau bisa, proyek proyek pemerintah ada yang diberikan UMK. Kalau swasta terbatas, kalau pemerintah scope-nya luas,” ujar Sigit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel