Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) buka suara terkait LG Energy Solution (LG) yang hengkang dari proyek baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) berbasis nikel di Indonesia.
Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto mengatakan, proyek pengembangan baterai mobil listrik (EV) membutuhkan ekosistem yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Namun, Gaikindo belum mengetahui penyebab pasti mundurnya investasi LG di Indonesia.
"Kalau kita bicara baterai itu kan banyak kaitannya. Kalau yang di ujung terakhirnya itu kan namanya assembling battery pack. Nah, tetapi saya belum tahu apa yang menjadi penyebab investasi LG mundur," ujar Jongkie kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, konsorsium Korea Selatan yang dipimpin oleh LG telah memutuskan untuk menarik proyek senilai sekitar 11 triliun won (Rp130,7 triliun) untuk membangun rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Konsorsium itu telah memutuskan untuk menarik proyek tersebut, setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia, karena adanya pergeseran dalam lanskap industri, khususnya EV, yang merujuk pada perlambatan sementara permintaan EV global.
Namun, LG mengatakan akan melanjutkan bisnis yang sudah ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan LG dengan Hyundai Motor Group di Karawang, Jawa Barat.
Baca Juga
Kendati demikian, Gaikindo menilai bahwa prospek pasar kendaraan listrik di Tanah Air masih menarik. Hal itu terbukti dengan banyaknya merek yang meluncurkan berbagai model battery electric vehicle (BEV), hybrid electric vehicle (HEV) maupun plug-in hybrid electric vehicle (PHEV).
"Masih menarik dong pasar otomotif, buktinya merek-merek sekarang kan banyak yang meluncurkan kendaraan listrik. Bahkan meluncurkan yang lebih banyak lagi sekarang justru yang hybrid dan plug-in hybrid," tuturnya.
Data Gaikindo mencatat, penjualan mobil listrik berbasis baterai (BEV) pada Maret 2025 tembus 8.835 unit. Angka itu naik 70,46% secara bulanan, dibandingkan Februari 2025 sebanyak 5.183 unit.
Di lain sisi, penjualan mobil hybrid (HEV) juga naik 11,91% secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi 5.136 unit pada Maret 2025. Namun, penjualan mobil PHEV masih stagnan di angka 17 unit.
Adapun, pemerintah berkomitmen untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel guna mendorong ekosistem kendaraan listrik (EV) di Indonesia dari hulu ke hilir.
Kendati demikian, sejumlah agen pemegang merek (APM) masih belum menggunakan baterai nikel (Nickel Manganese Cobalt/NMC), melainkan baterai jenis lithium ferro phosphate (LFP), di antaranya yakni BYD, Wuling, hingga Chery.
"Itu adalah pilihan setiap merek. Teknologi ini terus berkembang, jadi, kita tidak bisa membatasi atau mengatakan mana yang lebih bagus antara LFP dan NMC, karena Gaikindo hanya asosiasi. Baterai itu dikembangkan oleh R&D dari masing-masing merek," pungkas Jongkie.