Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) blak-blakan bahwa penjualan mobil di Tanah Air sangat menantang pada tahun ini.
Terlebih, adanya fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal sebanyak 20.000 pekerja yang melanda prinsipal Nissan di Jepang, dikhawatirkan turut berdampak ke Indonesia.
Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto mengakui bahwa pasar otomotif Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang cukup berat. Penyebab utamanya yakni daya beli masyarakat yang kian melemah.
"Memang penjualan sangat berat, daya beli masyarakat turun, tetapi para APM [agen pemegang merek] masih berusaha maksimal," ujar Jongkie kepada Bisnis, dikutip Rabu (14/5/2025).
Data Gaikindo mencatat, secara bulanan, penjualan mobil wholesales ambles 27,8% (month-to-month/mtm) menjadi 51.205 unit pada April 2025, dibandingkan penjualan Maret 2025 sebanyak 70.895 unit.
Kemudian, penjualan mobil secara ritel juga turun 25,5% menjadi 57.031 unit pada April 2025, dibandingkan Maret 2025 sebesar 76.582 unit.
Baca Juga
Jongkie pun berharap kondisi ekonomi Indonesia dapat berangsur-angsur membaik pada bulan-bulan mendatang sehingga turut mendorong penjualan mobil nasional.
Terkait adanya PHK massal di prinsipal Nissan global, Jongkie mengatakan Gaikindo belum mendapatkan laporan mengenai dampaknya terhadap industri otomotif dalam negeri. Pasalnya, PT Nissan Motor Distributor Indonesia (NMDI) belum memberikan tanggapan terkait prospek bisnisnya di Indonesia.
"Saya belum mendapat kabar mengenai hal tersebut [dampak PHK massal Nissan]," ujar Jongkie.
Terlepas dari hal tersebut, Gaikindo berharap pemerintah bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level di atas 5% agar industri otomotif nasional dapat membaik.
"Harapannya pertumbuhan ekonomi bisa kembali ke angka di atas 5%, rupiah tidak melemah, suku bunga bisa diturunkan, dan lain-lain," pungkasnya.
PHK Massal Nissan Global
Diberitakan sebelumnya, produsen otomotif asal Jepang, Nissan Motor Co., Ltd. memulihkan kondisi perusahaan dengan melakukan PHK sebanyak 20.000 karyawan secara global.
President & CEO Nissan Motor Co., Ltd. Ivan Espinosa menjelaskan, aksi restrukturisasi itu akan mengurangi biaya tetap sebesar 250 miliar yen atau sekitar Rp28,12 triliun.
Adapun, pemangkasan 20.000 karyawan Nissan ini meliputi pekerja langsung, pekerja tidak langsung, serta pekerja kontrak di sektor manufaktur, penjualan, hingga riset dan pengembangan (R&D). Proses ini telah berlangsung sejak tahun fiskal 2024 hingga 2027.
Selain itu, Nissan akan melakukan perampingan atau konsolidasi sebanyak tujuh pabrik kendaraan, dari 17 menjadi 10 pabrik pada 2027, rasionalisasi pabrik powertrain, dan pembatalan pembangunan pabrik baterai LFP di Kyushu, Jepang.
"Menghadapi tantangan kinerja tahun fiskal 2024 dan meningkatnya biaya variabel dalam lingkungan yang tidak menentu, kami harus memprioritaskan perbaikan diri dengan urgensi dan kecepatan yang lebih besar, menargetkan profitabilitas yang tidak lagi bergantung pada volume," ujar Ivan melalui keterangannya, Selasa (13/5/2025).
Perusahaan juga melakukan reformasi besar dalam pengembangan produk. Kompleksitas komponen akan dipangkas hingga 70%, jumlah platform dikurangi dari 13 menjadi 7 pada 2035, dan waktu pengembangan produk baru dipercepat, dari 37 bulan untuk model utama dan 30 bulan untuk model turunan.