Bisnis.com, JAKARTA — Produsen kendaraan listrik asal China, BYD, dilaporkan memperlambat laju produksi dan ekspansinya dalam beberapa bulan terakhir. Perusahaan dikabarkan telah mengurangi shift di beberapa fasilitas produksi serta menunda penambahan jalur produksi baru.
Langkah ini menjadi indikasi awal bahwa pertumbuhan cepat yang selama ini menopang dominasi BYD di pasar kendaraan listrik dunia mulai menghadapi tantangan.
Setelah menyalip Tesla sebagai produsen mobil listrik terbesar secara global, BYD kini menghadapi kondisi kelebihan stok di dealer (oversupply) meski telah memberikan diskon besar di pasar China yang sangat kompetitif.
Melansir Reuters, pada Kamis (26/6/2025), BYD telah meniadakan shift malam dan mengurangi produksi setidaknya sepertiga dari kapasitas di beberapa pabrik. Kebijakan ini diterapkan di sedikitnya empat pabrik, termasuk pembatalan rencana perluasan lini produksi baru.
Adapun, BYD menjual 4,27 juta kendaraan sepanjang 2024, yang sebagian besar di pasar domestik China, dan menargetkan kenaikan penjualan menjadi 5,5 juta unit pada tahun ini.
Meskipun demikian, belum ada kepastian soal skala penuh dari pemangkasan produksi atau durasi penundaan ekspansi.
Baca Juga
Salah satu sumber Reuters menyebut langkah ini dilakukan untuk efisiensi biaya, sementara sumber lain mengatakan keputusan muncul karena penjualan yang tak mencapai target. Di lain sisi, pihak BYD belum memberikan komentar resmi atas laporan tersebut.
Data Asosiasi Produsen Otomotif Tiongkok menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi BYD melambat drastis menjadi 13% dan 0,2% secara year-on-year (YoY) pada April dan Mei 2025. Ini merupakan laju paling rendah sejak Februari 2024, ketika aktivitas produksi terhenti akibat libur Imlek.
Sebelumnya, produksi bulanan BYD sejatinya meningkat konsisten sejak kuartal kedua 2023 hingga akhir 2024. Namun, data terbaru menunjukkan tren penurunan signifikan, dengan rata-rata produksi pada April dan Mei 2025 tercatat 29% lebih rendah dibanding kuartal IV/2024.
Dalam beberapa tahun terakhir, BYD memang tumbuh pesat dengan strategi produksi agresif dan peluncuran model baru dengan harga terjangkau. Namun, strategi insentif harga terbaru yang memangkas harga model terendah menjadi 55.800 yuan atau sekitar US$7.800 justru memicu tekanan kompetitif yang lebih luas dan memengaruhi harga saham otomotif di China.
Survei Asosiasi Dealer Otomotif China pada Mei 2025 mengungkapkan bahwa dealer BYD kini memiliki rata-rata inventaris selama 3,21 bulan atau tertinggi di antara semua merek di negara itu. Sebagai perbandingan, rata-rata industri hanya mencatatkan angka 1,38 bulan.
Kondisi ini kian diperburuk dengan ditutupnya jaringan dealer besar BYD di provinsi Shandong. Laporan media pemerintah China menyebutkan sedikitnya 20 outlet di wilayah tersebut ditemukan kosong atau berhenti beroperasi dalam beberapa waktu terakhir.
Alhasil, BYD diminta untuk tidak lagi memaksakan pengiriman unit secara berlebihan dari pabrik ke dealer dan menyesuaikan target produksi dengan penjualan riil.
Adapun, di tengah melemahnya pasar domestik, BYD semakin agresif membidik pasar ekspor. Dalam lima bulan pertama 2025, BYD berhasil menjual 1,76 juta unit kendaraan, sekitar 20% di antaranya dikirim ke pasar luar negeri.