Bisnis.com, JAKARTA - Produsen mobil asal Jepang, Mazda Indonesia blak-blakan terkait kelanjutan rencana investasi pabrik di Indonesia, sejalan dengan komitmen untuk memproduksi lokal (completely knocked down/CKD).
Hal itu disampaikan Mazda setelah pemerintah menerbitkan kebijakan yang memperluas cakupan insentif pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) mobil listrik dengan syarat produksi lokal.
Chief Operating Officer PT Eurokars Motor Indonesia (EMI) Ricky Thio mengatakan, pada 11 November lalu, Mazda telah meluncurkan mobil listrik berbasis baterai (BEV) yakni MX-30. Namun, mobil listrik itu belum dirakit di Indonesia.
"Saat ini, Mazda MX-30 masih merupakan produk completely built-up [CBU] dari Jepang sehingga kebijakan insentif PPnBM untuk kendaraan listrik belum berlaku untuk model ini," ujar Ricky kepada Bisnis, Kamis (21/11/2024).
Lebih lanjut, dia mengatakan, terkait kendaraan listrik di masa mendatang, perseroan terus berdiskusi secara aktif dengan prinsipal Mazda Motor Corporation untuk mengevaluasi peluang membawa lebih banyak model BEV ke Indonesia.
"Tentu, setiap langkah akan mempertimbangkan aspek-aspek penting seperti permintaan pasar, kesiapan infrastruktur, dan kebijakan pemerintah," katanya.
Baca Juga
Ricky menuturkan, saat ini, pabrik Mazda Indonesia Assembly Centre sedang dalam tahap pengembangan. Adapun, berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, fasilitas perakitan itu diperkirakan menelan dana Rp400 miliar yang berlokasi di Jawa Barat.
"Kami optimistis bahwa fasilitas ini akan menjadi pilar penting dalam mewujudkan rencana produksi lokal, termasuk menghadirkan kendaraan compact crossover rakitan Indonesia dengan standar kualitas yang setara dengan produk Mazda yang dirakit sepenuhnya di Jepang," pungkasnya.
Insentif Mobil Listrik 2025
Diberitakan sebelumnya, pemerintah memperluas cakupan insentif PPnBM ditanggung pemerintah untuk pelaku usaha yang mengimpor mobil listrik berbasis baterai, berdasarkan Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 1/2024.
Beleid itu memungkinkan pelaku usaha dapat diberikan insentif atas impor mobil listrik berbasis baterai yang akan dirakit di Indonesia.
Asalkan, mobil listrik berbasis baterai yang akan dirakit di Indonesia itu memiliki capaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN) paling rendah 20% dan paling tinggi kurang dari 40%.
Dalam aturan baru, pemberian cakupan insentif PPnBM DTP untuk impor mobil listrik diperluas ke negara-negara yang memiliki perjanjian atau kesepakatan dengan Indonesia.
Artinya, negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan Indonesia, beberapa di antaranya meliputi negara-negara Asean, Australia, Jepang, Korea Selatan, China, Selandia Baru, hingga India.
Ada dua jenis insentif yang diberikan. Pertama, bea masuk tarif 0% atas impor mobil listrik berbasis baterai dan PPnBM DTP atas penyerahan mobil listrik mobil listrik yang diproduksi dari impor mobil listrik yang diberikan insentif bea masuk tarif 0%.
Kedua, PPnBM DTP atas penyerahan mobil listrik berbasis baterai yang diproduksi lokal. Insentif kedua ini sebelumnya tidak diatur dalam beleid lama.