Bisnis.com, JAKARTA – Produsen kendaraan listrik asal China, Neta Auto, dikabarkan akan memulai proses restrukturisasi perusahaan pada hari ini, Kamis (12/6/2025), usai dilanda tekanan finansial dan operasional yang mengguncang kelangsungan bisnisnya sejak tahun lalu.
Artinya, Neta Auto akan menjalani proses hukum guna merestrukturisasi utang dan kegiatan operasionalnya sebagai upaya menghindari penutupan total. Langkah ini merupakan upaya penyelamatan perusahaan dari kebangkrutan menyeluruh, yang dilakukan di bawah pengawasan pengadilan.
Melansir Car News China, langkah hukum tersebut diambil sehari setelah beredarnya video yang memperlihatkan konfrontasi emosional antara para karyawan dan Chairman Neta Auto Fang Yunzhou di kantor baru perusahaan di Shanghai.
Para pekerja mengklaim belum menerima gaji sejak November 2024, periode yang bertepatan dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Lebih dari 2.900 karyawan diberhentikan dari berbagai departemen, yang mencakup hampir separuh dari total tenaga kerja.
Kondisi ini menjadi puncak dari krisis panjang yang mendera Neta Auto sejak 2024, mencakup masalah arus kas, gugatan hukum dari mitra bisnis, dan hengkangnya sejumlah eksekutif kunci dari struktur manajemen.
Lantas, Bagaimana Penjualan Neta di Indonesia?
Baca Juga
Mengacu data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang Januari-Mei 2025, penjualan Neta secara wholesales tercatat sebanyak 310 unit dengan pangsa pasar 0,1%.
Sementara itu, penjualan Neta secara ritel alias dari dealer ke konsumen tembus 256 unit pada 5 bulan pertama 2025.
Menariknya, secara bulanan, penjualan wholesales Neta justru mengalami kenaikan 15,4% dari 52 unit pada April 2025, menjadi 60 unit pada Mei.
Penjualan ritel Neta juga naik tipis secara bulanan, dari 50 unit pada April, menjadi 51 unit pada Mei 2025. Sebagai pengingat, PT Neta Auto Indonesia telah menutup dealer pertamanya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara pada April 2025 lalu.
Adapun, beberapa model mobil listrik murni (battery electric vehicle/BEV) yang masih dipasarkan di Indonesia yakni Neta V-II dan Neta X.
Dilanda Krisis di China
Diberitakan sebelumnya, PT Neta Auto Indonesia mengklarifikasi terkait dicopotnya logo Neta Auto di kantor pusatnya yang berlokasi di Shanghai, China.
Sebuah unggahan netizen di China memperlihatkan pencopotan logo Neta dari kantor pusatnya di Shanghai. Papan nama tersebut dibongkar pada malam hari menggunakan tali dan pengikis, yang meninggalkan sisa samar di fasad gedung.
Brand PR & Digital Senior Manager PT Neta Auto Indonesia Frietz Frederick mengonfirmasi bahwa terjadi pencopotan logo di kantor pusat Neta Auto di Shanghai lantaran perusahaan melakukan relokasi kantor.
"Sehubungan dengan dilepasnya logo Neta di kantor pusat kami di Shanghai, kami ingin menyampaikan bahwa hal ini disebabkan oleh perubahan alamat kantor pusat Neta yang kini berlokasi di Hongqiao Transport Hub, yang terletak di dekat Bandara Internasional Shanghai," ujar Frietz kepada Bisnis, belum lama ini.
Lebih lanjut, dia mengatakan, langkah strategis ini diambil untuk meningkatkan kemudahan akses dan efisiensi operasional Neta dalam perencanaan bisnis, baik di tingkat lokal maupun global.
"Dengan lokasi baru yang strategis, kami dapat memperkuat kolaborasi lintas wilayah serta mendukung pengembangan bisnis secara lebih optimal," jelasnya.
Neta juga menghadapi masalah finansial juga telah menjalar ke rantai pasokan. Internal perusahaan melaporkan tunggakan pembayaran kepada pemasok yang melampaui 6 miliar yuan atau sekitar US$833 juta.
Salah satu pemasok utama, CATL bahkan menghentikan pengiriman, yang menyebabkan operasional produksi dalam negeri Neta terhenti. Imbasnya, pengiriman luar negeri ikut tertunda, meskipun perusahaan telah memperoleh fasilitas kredit sebesar 2,15 miliar yuan atau hampir US$300 juta di Thailand.
Kinerja penjualan Neta Auto juga merosot, setelah mencatatkan rekor 152.000 unit pada 2022, angka pengiriman turun menjadi 127.500 pada 2023 dan kembali anjlok menjadi 64.549 unit pada 2024. Situasi diperburuk oleh laporan pemutusan hubungan kerja massal, penutupan gerai, serta protes dari pemasok yang menuntut pembayaran.