Bisnis.com, JAKARTA- Penetrasi mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) dinilai masih terlalu rendah, hanya sekitar 1 persen dari total pasar selama semester pertama tahun ini. Karena itu, pemerintah pun berencana membebaskan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN bagi mobil listrik yang diimpor secara utuh.
Selama ini, insentif fiskal tersebut diberlakukan bagi model mobil BEV yang mengikuti program pengembangan kendaraan listrik. Terdapat dua model yakni Wuling Air ev dan Hyundai Ioniq 5 yang mendapatkan insentif fiskal 1 persen PPN.
Tidak hanya itu, dua model tersebut pun telah memenuhi syarat sebagai penerima Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM 0 persen, hingga bebas BBNKB dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) maupun bea masuk komponen.
Sebaliknya, sejak program bergulir pada 2019 ditandai terbitnya Perpres No. 55/2019, pemerintah memberikan insentif tambahan berupa pemangkasan tarif PPN, selain bebas PPnBM tadi. Persoalannya, hingga memasuki paruh pertama tahun ini, penjualan BEV tersebut masih jauh dari target.
Sebagaimana Permenperin No. 6/2022 tentang Peta Jalan, Spesifikasi dan TKDN BEV, pemerintah menargetkan 400 ribu unit berhasil diproduksi lokal pada 2025. Persoalannya, lokalisasi produk tersebut bisa dipacu manakala pasar otomotif kian tumbuh.
Faktor ini pula yang bakal mengakselerasi ekosistem kendaraan listrik berupa ketersediaan infrastruktur. Hal tersebut merupakan tantangan paling berat saat ini terhadap misi elektrifikasi industri otomotif.
Baca Juga
Partner dan Global Head of Arthur D. Little’s Automotive Practice, Andreas Schlosser mengatakan dengan berkaca pada negara lain, Indonesia perlu memperbanyak jumlah mobil listrik yang mengaspal di jalanan untuk menarik minat konsumen.
“Masyarakat harus melihat EV di jalan bahwa kendaraan listrik aman dan kendaraan listrik adalah sesuatu yang dapat anda gunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti bekerja, dan mengemudi,” ujar Schlosser dalam Executive EV/Battery Roundtable 2023 di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Dia menilai jika produksi dalam negeri masih belum cukup, maka impor kendaraan menjadi sesuatu hal yang wajar dilakukan oleh pemerintah.Adapun dia menilai PPN 0 persen untuk CBU mobil listrik hanya sebagai salah satu upaya pemerintah untuk memperluas pasar dan membuat masyarakat lebih mengenal kendaraan listrik di Indonesia.
“Di pasar lain kami telah melihat bahwa ini dapat menjadi akselerator untuk membuat masyarakat lebih mengenal EV,” tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan adanya insentif tersebut harus dibarengi dengan pengembangan infrastruktur karena ekosistem EV perlu berjalan beriringan dengan kebijakan dari pemerintah. Dari sudut pandang ekonomi makro, dia menyebut penghapusan PPN impor CBU ini akan meningkatkan persaingan pada pasar sehingga turut mendorong akselerasi ekosistem EV di Indonesia.
Partner Arthur D. Little dan Head of Automotive and Manufacturing practice di Asia Tenggara, Hirotaka Uchida mengatakan rencana pemerintah untuk menghapuskan PPN impor CBU mobil listrik menjadi langkah penting untuk menarik minat pemain baru di pasar EV.
Setelah pasar EV berkembang pesat, dia menilai pemerintah baru dapat fokus pada pengembangan produksi lokal seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara lainnya. “Thailand melakukan hal yang sama sehingga mereka mengurangi pajak CBU dari china menjadi 0 persen untuk EV dan itu sebabnya mungkin pemain China memasuki pasar Thailand,” katanya.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), total penjualan BEV sebanyak 5.837 unit sepanjang paruh pertama tahun ini. Jumlah itu hanya sekitar 1 persen dari 505.985 unit total pasar.
PASAR MOBIL LISTRIK
Marketing Director TAM Anton Jimmi Suwandy mengatakan rencana dari pemerintah tersebut akan membantu pengembangan pasar kendaraan elektrifikasi khususnya kendaraan listrik murni atau battery electric vehicle (BEV).
“Rencana regulator ini tentu bisa sangat membantu ya pengembangan industri kendaraan elektrifikasi khususnya BEV di Indonesia, sehingga nantinya impact pada penurunan emisi lebih besar lagi,” ujar Anton kepada Bisnis, Senin (31/7/2023).
Meski demikian, dia menyebut belum bisa melihat secara langsung dampak dari adanya rencana pemerintah tersebut. Hal ini lantaran banyak faktor yang dapat berpengaruh pada suatu barang komoditas.
Adapun dia menilai dampak dari adanya kebijakan tersebut harus menunggu detail dan juga turunan dari regulasi yang akan ditetapkan.
“Faktor yang bisa berpengaruh kepada sebuah barang komoditas kan tidak cuma harga ya tapi lebih dari pada itu,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan Head of Marketing Communication and Public Relation PT MBDI Kariyanto Hardjosoemarto. Dia mengatakan rencana pemerintah tersebut akan mempercepat ekosistem kendaraan listrik, dan memperluas kesempatan para pemain kendaraan listrik untuk memperkenalkan produk EV melalui skema CBU.
“Hal ini memberikan kesempatan kepada lebih banyak pemain kendaraan listrik untuk ikut memperkenalkan produknya di Indonesia melalui skema CBU sehingga konsumen akan memiliki lebih banyak pilihan,” ujar Kariyanto kepada Bisnis, Senin (31/7/2023).
Terkait pasar, sejauh ini penjualan BEV masih didominasi dua model yang telah lebih dulu mendapatkan insentif, Wuling Air ev dan Hyundai Ioniq 5. Ioniq 5 sebagai model BEV crossover mencetak total penjualan 3.543 unit, sedangkan Air ev sekitar 1.654 unit.
Sebaliknya penerapan PPN akan memacu rival BEV lainnya dengan mendekati harga Hyundai Ioniq 5 yang dibanderol sekitar Rp748 juta dan Wuling Air ev sebesar Rp243 juta. Rival terdekat dari keduanya saat ini adalah Toyota bZ4X yang masih dibanderol Rp1,19 miliar dan Kia EV 6 Rp1,29 miliar.
Toyota bZ4X meraih penjualan 155 unit pada paruh pertama tahun ini. Pemegang predikat penjualan terbanyak di luar dua model BEV yang mendapatkan insentif, dibuntuti BEV premium BMX iX Drive seharga Rp2,4 miliar dengan koleksi penjualan 143 unit selama semester pertama.